Sabtu, 31 Juli 2021

APA KATA BAKHIT AL-MUTH’I TENTANG ASURANSI HARTA BENDA DAN ASURANSI JIWA ?

Muhammad Bakhit al-Muth’i adalah seorang Grand Mufti Mesir yang juga hakim pengadilan syariah dan rektor Al-Azhar.

Ia lahir di desa al-Muti’ah, Asyut, Mesir. Ia belajar fikih Hanafi di Al-Azhar dari tahun 1865 sampai 1875. Ia juga salah satu orang yang mendengar langsung pelajaran al-Afghani di distrik Muski, Kairo. Pada tahun 1880, ia ditunjuk sebagai qadhi dan pada tahun 1892 ia menjadi Pengawas Hukum Syariah pada Kementrian Hukum. Beberapa tahun kemudian, ia ditunjuk sebagai Ketua Pengadilan Syariah di Alexandria. Pada akhirnya, di tahun 1915 ia diangkat sebagai Mufti Mesir oleh Sultan Husayn Kamil.

Tidak banyak sumber yang dapat diperoleh tentang pendapat Bakhit al-Muth’i terkait asuransi, namun dikutip dari halaman website santri.laduni.id, didapatkan keterangan cukup lengkap dimana di sana disebutkan bahwa merujuk pada Risalah Syaikh Bakhit pada majalah Nur al-Islam dijelaskan sebagai berikut :

Asuransi Harta Benda

“Adapun asuransi harta kekayaan, maka cabangnya banyak sekali, dan kita berbicara satu cabang saja yaitu asuransi rumah. Namun akad asuransi rumah ini merupakan transaksi perjudian dan tidak diperselisihkan lagi. Ia menyerupai pembelian kupon Ya Nashib (lotre) yang membuat seseorang selalu membelinya sepanjang hidup tanpa memperoleh lotre kemenangan. 

Transaksi perusahaan asuransi dengan para nasabahnya menyerupai kupon Ya Nashib dari sisi nasabah dijanjikan memperoleh jaminan rumah bila terbakar. Asuransi rumah yang merupakan jaminan yang diminati itu sering membuat seseorang harus membayar premi selama hidupnya kepada perusahaan asuransi sebagai imbal balik dari jaminan dan sampai mati tidak mengalami kebakaran rumah yang hal itu bisa membuatnya memperoleh sejumlah uang jaminan tersebut. Dengan begitu asuransi rumah merupakan perjudian murni. Sebab dua orang yang murni berjudi ketika melakukan perjudiannya tidak mengetahui siapa yang menang sampai taruhan yang mereka sepakati diberikan pihak yang kalah kepada pihak yang menang. Hal seperti ini pula yang terjadi dalam akad asuransi rumah ini."

Asuransi Jiwa

“Adapun asuransi jiwa, maka ia jauh dari akal sehat, sangat membingungkan dan aneh. Tidak ada perusahaan asuransi yang mampu memperpanjang umur dan menjauhkan takdir. Ia hanya memberikan iming-iming keamanan dan semisalnya seperti yang dilakukan oleh para Dajjal dan tukangnya. Para petugas mereka akan berkata kepada Anda sama seperti pernyataan yang telah disebutkan dalam pembahasan tentang asuransi harta benda atau pernyataan yang sejenisnya. Ia akan berkata: “Sesungguhnya ketika aku membayar satu premi, jika aku mendadak meninggal, maka ahli warisku berhak mendapatkan apa yang telah aku jaminkan (di perusahaan asuransi) ketika aku masih hidup. Dan itu berarti menjadi pemasukan dan pelipur lara bagi ahli waris setelah kematianku. Dan jika aku tetap hidup tempo yang telah ditetapkan maka aku berhak memperoleh kembali semua yang telah dibayarkan dan keuntungannya. Dengan begitu, maka aku beruntung dalam dua hal tersebut (mati atau hidup). Begitu halnya perusahaan asuransi, ia berhak mengelola keuangan yang dihimpun dariku dan dari orang lain sehingga menjadi modal yang besar yang dikelola sebagaimana yang Anda lihat berbentuk proyek-proyek niaga. Resiko kerugian sangat sedikit, karena masing-masing orang sangat berkeinginan menjaga hidup dan hartanya dan akan berusaha semampunya. Masing-masing akan berkarya bagi kepentingan dirinya, sehingga masing-masing pihak beruntung.” 

Kami katakan kepada peserta asuransi tersebut, bahwa semestinya setiap yang Anda ucapkan tidak keluar dari suatu transaksi yang mengandung klaim denda terhadap salah satu pihak secara wajib tanpa suatu pengganti yang sepadan dengan keuntungan yang mungkin diraupnya. Dan semestinya dari dua pihak terdapat pengganti yang pantas sehingga mampu mewujudkan keadilan walaupun relatif sehingga ruh keadilan terwujud. Adapun bila salah satu pihak saja yang menanggung kerugian tanpa mendapat imbalan baliknya, atau menerima keuntungan tanpa ada tanggung jawab memberi kompensasi maka keadilan tidak ada, bahkan itu merupakan gambling dan perjudian. 

Sebagian orang menyatakan, “Kami memberikan kepercayaan penuh kepada mereka dan dari mereka mengambil semua yang mereka katakan dengan taklid buta (tanpa pertimbangan apapun).” Maka, sesungguhnya sekelompok dari mereka telah membingungkan orang-orang dengan kekuatan materi dan eksplorasi psikis yang tidak bisa ditutup-tutupi. Lalu mereka berhasil menguasai jiwa orang lain sehingga orang lain pun menjadi tunduk berpasrah diri sebagaimana kondisi pemenang terhadap orang yang dikalahkannya. Jika tidak maka bila Anda menimbang semua asuransi itu dengan neraca akal yang sehat dan hati yang bersih maka Anda akan mendapatkan bahayanya lebih besar dari manfaatnya. Begitu halnya semua hal yang berbahaya yang dilarang bagi kepentingan umum, maka Anda akan mendapatkan bahayanya lebih besar dari manfaatnya. Sehingga minuman keras dan judi, keduanya dalam kemudharatannya tidak lepas dari adanya manfaat. Hanya saja manfaat tersebut tidak akan berarti jika dibandingkan dengan bahayanya. Sebagaimana firman Allah SWT: “Mereka bertanya kepadamu tentang khamr dan judi. Katakanlah: “Pada keduanya itu terdapat dosa besar dan beberapa manfaat bagi manusia. Tetapi dosa keduanya lebih besar dari pada manfaatnya.” (al-Baqarah: 219).

Syariat Allah SWT, yang benar itu mesti berpedoman pada adanya keseimbangan antara keuntungan dan bahaya. Jika keuntungannya lebih besar maka Allah SWT akan menghalalkannya, sedangkan jika lebih besar bahayanya maka Allah SWT akan mengharamkannya."

Dari perkataan Bakhit al-Muth’i di atas dapat diambil kesimpulan bahwa beliau mengharamkan asuransi, baik asuransi harta benda maupun asuransi jiwa, karena adanya unsur perjudian atau gambling di dalamnya.

Referensi :

https://en.wikipedia.org/wiki/Muhammad_Bakhit_al-Muti%27i

https://www.santri.laduni.id/post/read/29684/inilah-penjelasan-tentang-hukum-asuransi-jiwa

Bakhit al-Muth'i

 

Ad Placement