Kamis, 16 September 2021

ASURANSI MENURUT PENDAPAT USTADZ PROF. H. ABDUL SOMAD, LC, D.E.S.A, PH.D

Ustadz Abdul Somad yang bernama lengkap Abdul Somad Batubara yang mendapat gelar adat Datuk Seri Ulama Setia Negara adalah ulama kenamaan Indonesia kelahiran Melayu pada tanggal 18 Mei 1977.

Beliau menamatkan sekolah dasar di SD Al-Washliyah Medan pada tahun 1990, lalu melanjutkan pendidikan ke Madrasah Tsanawiyah Mu’allimin Al-Washliyah Medan. Pendidikan pondok pesantren ditempuh di Pesantren Darularafah Deliserdang, Sumatera Utara, lalu pindah ke Riau untuk melanjutkan pendidikan formalnya pada Madrasah Aliyah Nurul Falah, Air Molek, Indragiri Hulu. Pada tahun 1996 sampai 1998 sempat mengeyam kuliah di UIN Sultan Syarif Kasim Riau.

Pada tahun 1998, ketika pemerintah Mesir membuka proram bea siswa Universitas Al-Azhar, ia ikut mendaftar dan berhasil lulus untuk menempuh pendidikan di universitas tersebut. Ia mendapatkan gelar Lc pada pertengahan tahun 2002. 

Meskipun sempat mendaftar S2 di University Kebangsaan Malaysia namun ia kemudian memilih mengikuti pendidikan S2 di Institut Darul-Hadits Al-Hassaniyah Rabat dan berhasil mendapatkan gelar D.E.S.A (Diplome d’Etudes Superieurs Approfondies). 

Ustadz Abdul Somad pernah bertugas menjadi dosen di Universitas Islam Negeri Sultan Syarif Kasim (UIN Suska) Riau sejak tahun 2009, sampai kemudian mengundurkan diri pada tahun 2019.

Kajian-kajian keagamaan beliau banyak dijumpai di kanal YouTube, salah satunya ceramah Ustadz Abdul Somad (UAS) yang mengomentari tentang hukum asuransi saat ada jamaaah yang menanyakan apakah asuransi termasuk riba atau tidak :

“Kata fatwa Syekh Ali Jum’ah, mufti Al-Azhar, Mufti Mesir. Syekh Ali Jum’ah masih hidup orangnya. Asuransi ini tidak ada di jaman Nabi. Karena tidak ada di jaman Nabi maka ulama berijtihad. Lain kepala lain isinya. Ada 3 pendapat ulama : yang pertama, katanya asuransi itu halal . Kenapa halal ? Di situ ada unsur ta’awun (tolong menolong). Bapak 100 ribu, ibu 100 ribu, seratus, seratus, seratus…Ketika saya kecelakaan, terkumpul duit yang banyak, saya tertolong. Dilihat dari tolong-menolongnya maka dia halal, kata satu kelompok. Kelompok yang satu (dua -red.) mengatakan haram. Dimana letak haramnya ? Saya masukkan duit 100 ribu bisa dapet 10 juta. Padahal baru aja masuk semalam, langsung besoknya dapat 100 juta. Sedangkan kawan saya sudah 10 tahun memasukkan 100 ribu, tak dapet-dapet, karena tak ada kecelakaan dia. Saking bodohnya dia, dibuatnya kecelakaan sendiri, biar turun duit. Makanya gambling, ghoror. Kata ulama kelompok yang kedua, haram karena di dalamnya ada ghoror, gambling, judi, tak pasti. Kelompok yang ke-tiga, mengatakan lihat dulu, kalau yang mengolahnya itu perusahaan profit, haram, tapi kalau non profit, boleh. Contoh non profit, Persatuan Pegawai Pemko Batam membuat serikat tolong menolong. Kalau ada yang kecelakaan, serahkan, non profit ! Hanya biaya sedikit administrasi untuk pegawai dan office boy. Oke boleh. Tapi kalau ada profit,haram. Jadi dua mengatakan haram, satu mengatakan boleh. Ustadz pribadi ? Saya condong kepada yang haram. Maka saya tak masuk asuransi. Mobil ustadz tak pakai asuransi ? Tidak. Jadi kalau kecelakaan ? Bolak-balik kecelakaan, saya tanggung sendiri. Hati-hati, pelan-pelan, ditabrak orang dari belakang. Kita bertawakkal kepada Allah tapi tetap usaha…”  

Di sini, UAS dengan bijak memberikan informasi terlebih dahulu akan adanya perbedaan pendapat di kalangan ulama mengenai status asuransi karena di jaman Nabi SAW belum pernah ada prakteknya, meskipun dari pandangan pribadi, beliau condong menyatakan haramnya asuransi.

 

Ad Placement