Sabtu, 10 Juli 2021

AL-AQILAH ; ASAL MULA KONSEP TAKAFUL

Meskipun tidak begitu jelas kapan tepatnya praktek asuransi dimulai dalam sejarah peradaban Islam namun berdasarkan karakteristik kontrak asuransi, praktek asuransi telah dikenal sebelum masa Nabi Muhammad SAW. 

Pada saat itu telah menjadi sebuah kebiasaan dari suku Arab sebelum kedatangan Islam bahwa jika terdapat anggota sukunya yang terbunuh oleh anggota suku lainnya maka keluarga terdekat dari si pembunuh wajib membayar uang darah (blood money) sebagai kompensasi yang diberikan kepada keluarga atau ahli waris terbunuh. Keluarga terdekat pembunuh itulah yang disebut sebagai Aqilah.

Menurut Dr. Muhammad Muhsin Khan, kata Aqilah berarti “asabah” yang diasosiasikan dengan hubungan kekerabatan dari pembunuh. Dengan demikian, ide utama dari Al-Aqilah adalah bahwa suku Arab harus siap memberikan kontribusi finansial atas nama pembunuh dalam rangka melakukan kompensasi kepada ahli waris korban.

Kesiapan untuk membayar kontribusi dalam bentuk uang itulah yang kemudian disamakan atau mirip dengan “premi” sedangkan kompensasi yang dibayarkan di bawah aturan Al-Aqilah sama atau mirip dengan ganti rugi atau indemnity dalam praktek asuransi di jaman sekarang ini. Di sini tergambarkan adanya unsur proteksi keuangan kepada ahli waris korban terhadap risiko kematian yang dihadapi si korban.

Perkembangan praktek Al-Aqilah di atas kemudian diteruskan kembali di jaman Rasulullah SAW setidaknya pada 2 (dua) situasi atau kejadian yang berbeda yaitu : 

(1) Saat terjadi perselisihan diantara 2 (dua) wanita dari suku Huzail

Hadits riwayat Bukhari ra. yang artinya, diriwayatkan dari Abu Hurairah ra., ia berkata,“Berselisih dua orang wanita dari suku Huzail kemudian salah satu wanita tersebut melempar batu ke wanita yang lain sehingga mengakibatkan kematian wanita tersebut beserta janin yang dikandungnya, maka ahli waris dari wanita yang meninggal itu mengadukan peristiwa tersebut kepada Rasulullah SAW atas peristiwa tersebut. Rasuluklah SAW memutuskan ganti rugi dari pembunuhan terhadap janin dengan pembebasan seorang budak laki-laki atau perempuan, dan memutuskan ganti rugi kematian wanita tersebut dengan uang darah (diyat) yang dibayarkan oleh aqilahnya (kerabat dari orang tua laki-laki)”.

Dalam peristiwa Huzail itu, seorang perempuan berkelahi dengan perempuan lain yang mengakibatkan salah satunya terbunuh, termasuk bayi yang berada dalam kandungan wanita yang terbunuh. Keluarga terbunuh kemudian mengajukan kasusnya di hadapan Rasulullah SAW yang melahirkan keputusan menjadi 2 (dua) kelompok : (a) kompensasi atas terbunuhnya bayi yang dikandung wanita yang terbunuh adalah membebaskan budak, dan (b) kompensasi atas terbunuhnya ibu dari bayi yang dikandungnya adalah diyat atau blood money yang harus dibayarkan oleh Aqilah yaitu keluarga terdekat si wanita pembunuh. 

Di sini terlihat bahwa modifikasi yang dilakukan hanya pada komponen status ganti rugi atas meninggalnya janin dalam kandungan dimana Rasulullah SAW mewajibkan ganti rugi berupa pembebasan budak, namun atas meninggalnya si wanita yang mengandung itu tetap dipakai konsep Al-Aqilah. Di sini berarti Rasulullah SAW memang meneruskan tradisi suku Arab yang sudah berlangsung sebelumnya.

(2) Salah satu butir ketentuan dalam Konstitusi Madinah 

Konstitusi pertama dalam dunia Islam yang disiapkan oleh Rasulullah SAW pasca kedatangan atau hijrah dari Mekkah ke Madinah adalah Konstitusi Madinah. Pada saat itu diperkenalkan jenis asuransi sosial yang muncul dalam 3 (tiga) modul atau bentuk :

(a) Melalui Praktek Al-Diyat

Diyat atau uang darah (blood money) harus dibayarkan oleh Aqilah kepada ahli waris korban yang terbunuh guna menyelamatkan atau melindungi pembunuh dari tanggung jawab hukum. Pasal 3 Konstitusi Madinah menyatakan, “Kaum pendatang Quraisy harus bertanggung jawab atas ucapannya dan harus membayar uang darah dalam sistem kerja sama yang setara”.

Serupa dengan yang diterapkan Bani Quraisy di atas, Bani Auf, Bani Harits, dan suku-suku lainnya yang hidup di Madinah kala itu juga diwajibkan untuk membayar uang darah dalam kerja sama saling setara berdasarkan doktrin Al-Aqilah yang diatur oleh konstitusi.

(b) Melalui Pembayaran Fidyah (Tebusan)

Rasulullah SAW juga menegakkan aturan dalam Konstitusi Madinah terkait penyelamatan nyawa dari tawanan perang dimana apabila ada seseorang yang dipenjara oleh musuh, Aqilah dari tawanan harus berkontribusi membayar uang tebusan kepada musuh dalam rangka membebaskan si tawanan itu. Kontribusi semacam itu dapat dianalogikan sebagai bentuk lain dari asuransi sosial. Aturan itu berlaku baik untuk Bani Quraisy maupun suku-suku lainnya yang hidup di Madinah kala itu.
 
(c) Mekanisme Lain dari Asuransi Sosial yang Termaktub dalam Konstitusi Madinah

Pasal 4-20a Konstitusi Madinah menyatakan bahwa diantara mereka harus bertanggung jawab untuk mempertahankan dan memelihara hubungan baik dengan sesama dalam kerangka saling pengertian melalui penyediaan bantuan dan pertolongan bagi kaum miskin dan yang membutuhkan. 

Referensi :

Principles & Practices of Takaful and Insurance Compared. Mohd. Ma’sum Billah. IIUM (International Islamic University Malaysia) Press. 2001. 

takaful

 

Ad Placement