Senin, 02 Agustus 2021

PANDANGAN MUHAMMAD BIN SHALIH AL-UTSAIMIN TENTANG ASURANSI JIWA DAN ASURANSI HARTA BENDA

Syaikh Utsaimin yang bernama lengkap Muhammad bin Shalih bin Muhammad bin Utsaimin al-Wuhaiby at-Tamimi adalah seorang ulama Islam kontemporer yang dilahirkan di kota Unaizah pada tahun 1928 (meninggal tahun 2001).

Utsaimin kecil mulai belajar Al-Qur’an kepada kakeknya yaitu Syaikh Abdurrahman bin Sulaiman Ali ad-Damigh. Setelah itu ia mulai belajar khat (ilmu tulis menulis), ilmu hitung, dan ilmu sastra kepada kakeknya tersebut. Sesudahnya, Utsaimin melanjutkan belajarnya di Maktab Syaikh Abdurrahman as-Sa'di dimana Syaikh Abdurrahman as-Sa’di menugaskan dua orang orang muridnya untuk mengajar junior-juniornya. Dua murid tersebut adalah Syaikh Ali ash-Shalihin dan Syaikh Muhammad bin Abdil Aziz al-Muthawwi'. 

Kepada Syaikh Muhammad bin Abdil Aziz al-Muthawwi', Utsaimin mempelajari kitab Mukhtasar Al-Aqidah Al-Wasithiyah dan Minhaju Salikhin fil Fiqh karya Syaikh Abdurrahman as-Sa’di. Kepada guru utamanya, Syaikh Abdurrahman bin Nashir as-Sa'di, ia mengkaji persoalan tauhid, tafsir, hadits, fiqh, ushul fiqh, faraidh, musthalahul hadits (ilmu-ilmu hadits), nahwu, dan sharaf. Disamping itu, Utsaimin juga belajar ilmu faraidh (waris) dan fiqh kepada Syaikh Abdurrahman bin Ali bin 'Audan. 

Saat menginjak remaja, Utsaimin belajar kepada Syaikh Abdul Aziz bin Abdullah bin Baz dimana ia mempelajari kitab Shahih Bukhari, sebagian risalah-risalah (karya tulis) Ibnu Taimiyyah, serta beberapa kitab-kitab fiqh. 

Saat Syaikh Abdurrahman bin Nashir As-Sa’di wafat, ia menggantikan sebagai imam masjid jami’ di Unaizah dan mengajar di perpustakaan nasional Unaizah disamping tetap mengajar juga di ma’had al-'Ilmi. Lalu ia pindah mengajar di Fakultas Syari’ah dan Ushuludin di cabang Universitas Imam Muhammad bin Su’ud Al-Islamiyah di Qasim. Ia juga termasuk anggota Hai'ah Kibarul Ulama (semacam MUI di Kerajaan Arab Saudi). 

Saat ditanya tentang hukum asuransi jiwa dan harta (barang milik), Syaikh Utsaimin dalam Majmu’ Durusul Haramil Makki mengatakan bahwa asuransi jiwa hukumnya tidak boleh karena orang yang mengasuransikan hidupnya, apabila didatangi oleh malakul maut maka ia tidak bisa memindahkannya kepada perusahaan asuransi sehingga ini merupakan kesalahan, kebodohan, dan kesesatan.

Asal masalah ini diambil dari maisir (judi), bahkan asuransi pada kenyataannya merupakan judi dan Allah SWT menyertakan di dalam kitab-Nya sejajar dengan syirik, mengundi nasib dengan dadu serta minuman keras. Dan di dalam asuransi, apabila seseorang melakukan pembayaran rutin, mungkin ia membayar dalam waktu yang lama dan ia menjadi rugi. Dan apabila ia meninggal dunia dalam waktu dekat maka perusahaan asuransi yang rugi. Dan setiap akad diantara untung dan rugi maka ia termasuk judi. 

Sedangkan terkait asuransi harta benda, Syaikh Utsaimin mengatakan sebagai berikut :

“Bahwa ta’min (asuransi) maksudnya adalah bahwa seseorang membayar jumlah tertentu setiap bulan atau setiap tahun kepada perusahaan (asuransi) untuk memberikan jaminan atas peristiwa (kecelakaan, musibah) yang terjadi terhadap sesuatu yang diasuransikan. Dan sudah diketahui bahwa peserta asuransi selalu merugi. Adapun perusahaan maka terkadang rugi dan terkadang untung. Maksudnya, apabila musibah itu besar melebihi yang dibayar oleh peserta asuransi, perusahaan asuransi tersebut menjadi rugi. Dan apabila kecil, kurang dari yang dibayar oleh peserta asuransi, atau tidak ada kecelakaan sama sekali, perusahaan menjadi beruntung dan peserta asuransi yang rugi. Jenis aqad yang saya maksud adalah aqad yang berkisar diantara untung dan rugi, termasuk judi yang diharamkan oleh Allah SWT di dalam kitab-Nya dan Allah SWT mensejajarkannya dengan arak dan menyembah berhala. Atas dasar inilah maka jenis asuransi ini adalah haram. Dan saya tidak mengetahui sedikit pun dari asuransi yang didasarkan atas penipuan adalah boleh, bahkan semuanya haram berdasarkan hadits Abu Hurairah ra. bahwa Nabi SAW melarang jual beli yang di dalamnya mengandung penipuan”. 

Dari keterangan di atas, keharaman asuransi jiwa oleh Utsaimin karena menurutnya risiko kematian seseorang tidak bisa dipindahkan ke perusahaan asuransi (seolah hendak melawan takdir). Hal ini sudah saya coba bahas dalam pembahasan sebelumnya mengenai apakah berasuransi melawan takdir. Senada dengan asuransi jiwa, pada asuransi harta benda, Syaikh Utsaimin juga mengharamkan dengan alasan adanya unsur untung-untungan yang jatuh pada perjudian. Nah, konsep untung-untungan ini juga perlu digarisbawahi dan akan coba dibahas dalam kesempatan lain.

Referensi :

http://p2k.um-surabaya.ac.id/id3/2-3045-2942/Biografi-pilihan/Muhammad-Bin-Shalih-Al-Utsaimin_109195_p2k-um-surabaya.html

Hukum Asuransi Jiwa dan Harta. Syaikh Muhammad al-Utsaimin & Syaikh Abdullah bin Jibrin. Terjemah oleh Muhammad Iqbal A. Gazali. 2011.

 

Ad Placement