Kamis, 26 Agustus 2021

MUHAMMAD ABU ZAHRAH BERBICARA ASURANSI

Abu Zahrah yang memiliki nama panjang Muhammad ibn Ahmad ibn Musthafa Abu Zahrah lahir pada tanggal 28 Maret 1898 M di Mahallah al-Kubra, Mesir. Ia adalah seorang ulama besar ahli fikih dan ahli hukum Islam terkemuka di Mesir dan dunia Arab.

Pada tahun 1916 ia menempuh pendidikan di Madrasah al-Qadha al-Syar’iy selama 9 (sembilan) tahun. Di tempat tersebut ia menekuni hukum-hukum peradilan syariah. Lalu ia melanjutkan studi di Universitas Darul Ulum dan mendapatkan gelar sarjana pada tahun 1927. 

Pada tahun 1933, ia dipercaya menjadi dosen pada Fakultas Ushuluddin Universitas Darul Ulum, lalu setahun kemudian mengajar di Fakultas Hukum Universitas Al-Azhar. Ia berhasil menjadi seorang cendekiawan muslim yang memiliki wawasan luas. Hal ini dibuktikan dengan banyaknya tulisan yang beliau susun yang dikelompokkan dalam 5 (lima) bidang yaitu bidang fikih dan ushul fikih, bidang ilmu al-Qur’an dan tafsir, bidang studi agama, bidang aqidah dan pemikiran Islam, dan bidang ilmu dakwah.

Ia berpandangan bahwa konsep takaful merupakan sebuah konsep pertanggungan atau jaminan sosial (at-takaful al-ijtima’i) yang merupakan tanggung jawab seluruh individu masyarakat atau jaminan sosial secara umum.

Menanggapi perihal asuransi, Muhammad Abu Zahrah termasuk ulama yang hanya membolehkan bentuk asuransi sosial yang nota benenya bersifat non-profit meskipun ia menyepakati kebolehan asuransi selain sosial yang sifatnya tolong-menolong atau ta’awun.

Karena dalam asuransi terdapat unsur madharat dan maslahat, ia menyatakan bahwa asuransi yang diperbolehkan hanyalah yang bersifat sosial dalam pengertian mampu menutupi dan memenuhi kebutuhan bagi mereka yang tidak mampu. 

Dari sisi keharaman, Muhammad Abu Zahrah menolak asuransi pada masa sekarang karena adanya unsur ketidakjelasan dalam transaksi dimana segala objek akad tidak sah manakala di dalamnya terdapat unsur gharar. Disamping itu penolakan asuransi didasarkan adanya unsur yang mirip dengan perjudian dimana anggotanya menyetorkan uang pada perusahaan tanpa tahu secara pasti apakah si tertanggung akan mendapatkan musibah atau tidak sampai ia memperoleh ganti rugi. Padahal permainan untung-untungan semacam ini dilarang sesuai firman Allah SWT dalam QS Al-Maidah ayat 90.

Sisi lain penolakan beliau terkait asuransi karena di dalamnya mengandung unsur riba yakni penyetoran uang yang sedikit namun mendapatkan lebih banyak. Dasarnya yaitu memperniagakan uang itu sendiri guna mendapatkan keuntungan tanpa memikul suatu kewajiban.

Larangan-larangan di atas merupakan illat yang menjadikan asuransi komersial diharamkan. Sedangkan untuk kategori asuransi yang sifatnya tolong-menolong (ta’awun), beliau menganalogikan asuransi dengan akad mudharabah dan kafalah. Illat-nya adalah unsur saling menanggung (takaful) dan tolong-menolong (ta’awun) yang terdapat pada bentuk pertanggungan sosial atau jaminan sosial. 

Dari berbagai macam asuransi, beliau memfokuskan ketidaksetujuannya pada bentuk asuransi jiwa sebab menurut beliau, dalam asuransi jiwa terdapat unsur perjudian dan ketidakpastian yang bertentangan dengan konsep Islam. Namun demikian, secara umum beliau menyetujui asuransi sebab di dalamnya tidak terdapat indikasi untuk mengeksploitasi, melainkan terdapat saling tolong-menolong diantara sesama.   

Referensi  :

https://tafsiralquran.id/muhammad-abu-zahrah-pakar-fikih-penulis-kitab-zahrah-al-tafasir/

http://etheses.iainponorogo.ac.id/7925/1/skripsi.pdf

 

Ad Placement