Dengan semakin berkembangnya bisnis asuransi di Indonesia, beberapa ormas Islam kemudian menelurkan fatwanya dimana pada tulisan ini hanya merangkum fatwa asuransi menurut Muhammadiyah, Nahdhatul Ulama (NU), dan Persatuan Islam (Persis).
Pada Muktamar Tarjih Muhammadiyah tahun 1989 di Malang, Muhammadiyah memberikan keputusan haramnya asuransi karena menandung unsur gharar, maisir, dan riba, kecuali asuransi yang diselenggarakan oleh pemerintah seperti Taspen, Astek, Jasa Raharja, dan Perum Asabri. Kebolehan itu karena jenis asuransi tersebut mengandung maslahat.
Selanjutnya, pada tahun 1992, ormas Nahdlatul Ulama (NU) pada Munas Alim Ulama NU di Bandar Lampung menyatakan bahwa asuransi jiwa hukumnya haram kecuali jika memenuhi ketentuan-ketentuan di bawah ini :
- Asuransi tersebut harus mengandung tabungan (saving).
- Peserta yang ikut program asuransi harus berniat menabung.
- Pihak perusahaan asuransi menginvestasikan dana peserta dengan cara yang dibenarkan oleh syariat Islam (bebas dari gharar, maisir, dan riba).
- Apabila peserta mengundurkan diri sebelum jatuh tempo, dana yang telah dibayarkan pada pihak asuransi tidak hangus.
- Jika suatu ketika, pihak tertanggung terpaksa tidak dapat membayar uang premi, maka :
- Uang premi tersebut menjadi utang yang dapat diangsur oleh pihak tertanggung.
- Hubungan antara pihak tertanggung dan pihak penanggung tidak terputus.
- Apabila sebelum jatuh tempo, tertanggung meninggal dunia, ahli warisnya berhak mengambil sejumlah uang simpanannya.
Sementara itu, Munas NU tersebut juga mengeluarkan keputusan terkait asuransi kerugian yang membolehkan, dengan ketentuan sebagai berikut :
- Apabila asuransi kerugian tersebut merupakan persyaratan bagi objek-onjek yang menjadi agunan bank.
- Apabila asuransi kerugian tersebut tidak dapat dihindari karena terkait dengan ketentuan-ketentuan pemerintah seperti asuransi untuk barang-barang impor dan ekspor.
Sedangkan di sektor asuransi sosial, Munas NU memutuskan untuk membolehkan, dengan ketentuan-ketentuan sebagai berikut :
- Asuransi sosial tidak termasuk akad muawadhah tetapi akad syirkah ta’awwuniah.
- Diselenggarakan oleh pemerintah sehingga kalau ada kerugian ditanggung oleh pemerintah dan jika ada keuntungan dikembalikan untuk kepentingan masyarakat.
Ormas Islam lain yang mengeluarkan fatwa asuransi adalah Persis (Persatuan Islam). Dalam acara Majelis Hisbah sidang ke-12 tertanggal 26 Juni 1996 di Bandung, ditetapkan sebagai berikut :
- Semua asuransi konvensional yang ada saat ini mengandung unsur gharar, maisir, dan riba.
- Sedangkan gharar, maisir, dan riba, hukumnya haram.
- Adapun takaful dapat dijadikan alternatif pengganti dengan catatan takaful masih harus berusaha menyempurnakan apa yang telah ada.
Dari pendapat ketiga ormas Islam di atas dapat disimpulkan bahwa ketiganya memberikan alternatif asuransi syariah yang memenuhi persyaratan yang ditentukan.
Referensi :
Asuransi Syariah, Halal & Maslahat. Khoiril Anwar. Penerbit Tiga Serangkai. 2007.