Kamis, 29 Juli 2021

YUSUF AL-QARDHAWI DAN PENDAPATNYA TENTANG ASURANSI JIWA

Yusuf al-Qardhawi merupakan salah satu ulama Islam kontemporer yang lahir di Safat Turab, Mesir, pada 9 September 1926. Nama lengkapnya adalah Muhammad Yusuf Al-Qardhawi.

Ia lahir dan tumbuh di lingkungan keluarga yang taat menjalankan ajaran agama Islam. Saat usia 2 (dua) tahun, ayahnya meninggal dunia. Lalu ia diasuh dan dibesarkan oleh pamannya. 

Ketika menginjak usia 5 (lima) tahun, ia dididik oleh pamannya dalam menghafal Al-Qur’an sehingga pada usia 10 (sepuluh) tahun, ia sudah berhasil menghafalkan seluruh ayat Al-Qur’an. Kecerdasannya semakin terlihat manakala ia berhasil menyelesaikan studinya di Fakultas Ushuluddin Universitas Al-Azhar dengan predikat lulusan terbaik. Kemudian ia melanjutkan pendidikan ke Jurusan Bahasa Arab selama 2 (dua) tahun dan lulus juga dengan peringkat pertama diantara sekitar 500 (lima ratus) mahasiswa. Pada tahun 1960, Al-Qardhawi mengambil program pasca sarjana (Dirasah al-‘Ulya) pada Universitas Al-Azhar Kairo dengan memilih jurusan Tafsir Hadits. Pada program doktoral, ia berhasil menulis disertasi berjudul Fiqh az-Zakah

Setelah sempat ditahan oleh penguasa militer Mesir atas tuduhan mendukung pergerakan Ikhwanul Muslimin, ia lalu hijrah ke Daha, Qatar, lalu mendirikan Madrasah Ma’had Ad-Din yang menjadi cikal bakal berdirinya Universitas Qatar. Al-Qardhawi sendiri kemudian dipercaya menjadi Dekan Fakultas Syariah pada universitas tersebut.

Yusuf Al-Qardhawi adalah seorang ulama yang tidak menganut suatu madzhab tertentu. Dalam bukunya yang berjudul Al-Halal wa al-Haram fi al-Islam, ia mengatakan bahwa ia tidak rela rasionya terikat dengan satu madzhab dalam seluruh persoalan dimana salah benarnya hanya mengikuti satu madzhab. Menurutnya, para imam yang empat, sebagai tokoh pendiri madzhab-madzhab populer, tidak pernah mengharuskan mengikuti mereka masing-masing. Itulah sebabnya, Yusuf al-Qardhawi tidak terikat pada salah satu madzhab yang ada di dunia. 

Dalam Bab V Penutup dari Skripsi Tesis yang disusun oleh Siti Rokayah pada Universitas Islam Negeri Syarif Kasim Riau (2014) disimpulkan bahwa asuransi dalam pemikiran Yusuf al-Qardhawi tidak dijelaskan secara eksplisit. Beliau hanya membagi secara umum adanya 2 (dua) bentuk asuransi yaitu asuransi kecelakaan dan asuransi jiwa. Menurutnya, asuransi kecelakaan jauh dari watak niaga dan jauh pula dari makna persekutuan yang saling menguntungkan (isytirak tadhamun), sedangkan asuransi jiwa merupakan suatu perjanjian yang rusak karena kedua belah pihak saling merelakan dan mengetahui manfaatnya tidak kuat, sama halnya dengan pelaku riba dan pemain judi. Namun demikian, beliau membolehkan asuransi jiwa jika dapat menghindarkan diri dari riba dan hal yang bathil.

Menilik hasil kesimpulan pemikiran Al-Qardhawi pada skripsi tesis di atas maka dapat dikatakan bahwa asuransi jiwa dapat dibolehkan beroperasi apabila dapat dihindari unsur riba dan bathil. Syarat itu hanya dapat terwujud apabila perusahaan asuransi jiwa menggunakan label asuransi syariah.

Hal ini senada dengan apa yang diungkapkan Abdurrauf pada Asuransi dalam Pandangan Ulama Fikih Kontemporer yang menyatakan bahwa Yusuf Al-Qardhawi dalam Al-Halal wa al-Haram fi al-Islam mengatakan bahwa diharamkannya asuransi karena : (1) semua anggota asuransi tidak membayar uangnya itu dengan maksud tabarru', bahkan nilai ini sedikitpun tidak terlintas, dan (2) lembaga atau perusahaan asuransi pada umumnya memutar atau menginvestasikan kembali dana-dana tersebut dengan jalan riba.

Yusuf Al-Qardhawi sendiri kemudian membiarkan asuransi jiwa syariah terus berkembang tanpa diikuti fatwa terbaru beliau. Dari sini dapat dikatakan bahwa Al-Qardhawi pada dasarnya tidak menolak asuransi jiwa secara total atau penuh. Apabila unsur ketidakhalalan dapat dieliminir maka operasional asuransi jiwa tersebut dapat terus dijalankan.  

Sebagai tambahan, Yusuf Al-Qardhawi menulis bahwa Islam tidak menerima bentuk asuransi seperti yang sekarang ini dengan segala jenis aktivitasnya, bukan berarti Islam menentang asuransi secara keseluruhan, sama sekali tidak, namun yang ditentang Islam itu adalah beberapa prinsip dan caranya. Adapun jika ada cara-cara lain yang tidak bertentangan dengan syariat Islam maka sudah pasti Islam menyambutnya dengan baik. 

Jaminan sosial dalam Islam sebenarnya telah ada baik itu dilakukan oleh masyarakat dengan konsep takaful (saling tolong menolong) ataupun dilakukan oleh pemerintah dan baitul maal. Baitul maal adalah asuransi secara umum untuk semua orang yang bernaung di bawah pemerintahan Islam.

Referensi  :

Relevansi Pemikiran Yusuf al-Qardhawi tentang Asuransi terhadap Eksistensi Asuransi Jiwa Syariah dalam Perspektif Ekonomi Islam. Siti Rokayah. Skripsi Tesis Universitas Islam Negeri Sultan Syarif Kasim Riau. 2014.

Asuransi dalam Pandangan Ulama Fikih Kontemporer. Abdurrauf. Fakultas Syariah dan Hukum UIN Jakarta. 

Pengantar Asuransi Syariah. Nurul Ichsan Hasan, MA. Penerbit Referensi. 2014. 

Yusuf Al-Qardhawi

 

Ad Placement